Wallstreet Berakhir di Zona Merah Akibat Tidak Adanya Kemajuan dalam Pembahasan Plafon Utang AS
Pada hari Selasa, pasar saham di
Wall Street mengalami penurunan yang signifikan akibat kekhawatiran investor
terhadap tidak adanya
perkembangan positif dalam pembicaraan mengenai batas utang AS.
Perwakilan Presiden AS Joe Biden dan anggota Kongres dari Partai Republik
mengakhiri putaran pembicaraan mengenai plafon utang pada hari tersebut.
Tenggat waktu untuk menaikkan batas pinjaman pemerintah atau menghadapi risiko
default senilai $31,4 triliun semakin dekat.
Kekhawatiran mengenai batas utang
ini mempengaruhi imbal hasil surat utang negara AS dengan jangka waktu satu
bulan, yang naik ke rekor tertinggi 5,888%. Para investor juga menunggu risalah
dari pertemuan Federal Reserve yang diadakan pada 2-3 Mei, yang akan dirilis
pada hari Rabu. Risalah ini akan memberikan petunjuk mengenai langkah-langkah
yang akan diambil oleh bank sentral terkait suku bunga.
Beberapa pejabat Federal Reserve,
seperti Presiden Fed Regional James Bullard dan Neel Kashkari, telah
mengindikasikan kemungkinan adanya kenaikan suku bunga jika inflasi tetap
tinggi. Michael Wilson, ahli strategi ekuitas dari Morgan Stanley, mengungkapkan
bahwa pasar tidak menghargai potensi default utang AS. Bahkan jika kedua belah
pihak mencapai kesepakatan, hal tersebut masih dapat berdampak pada pertumbuhan
ekonomi.
Pada hari Selasa, indeks acuan
S&P 500 turun sebesar 1,12% dan ditutup pada level 4.145,58 poin. Indeks
Nasdaq Composite turun sebesar 1,26% menjadi 12.560,25 poin, sementara Dow
Jones Industrial Average mengalami penurunan sebesar 0,69% dan ditutup pada
level 33.055,51 poin.
Volume perdagangan di bursa AS
relatif ringan, dengan 10,3 miliar saham diperdagangkan, sedikit di bawah
rata-rata 10,6 miliar saham selama 20 sesi sebelumnya. Namun, data dari S&P
Global menunjukkan adanya peningkatan aktivitas bisnis di AS pada bulan Mei,
mencapai level tertinggi dalam 13 bulan, terutama didorong oleh pertumbuhan
yang kuat di sektor jasa. Hal ini menjadi indikasi bahwa momentum ekonomi tetap
kuat di awal kuartal kedua meskipun risiko resesi meningkat.
Pada hari Jumat, Departemen Perdagangan akan merilis data pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) untuk bulan April, yang merupakan salah satu pengukur inflasi yang dipilih oleh Federal Reserve.
Sumber : reuters.com